Potensi Peternakan Sapi Potong di Jawa Timur
"Potensi Peternakan Sapi Potong di Jawa Timur"
Sebagai gambaran Pentingnya peternakan sapi di Indonesia adalah masih
tergantungnya dari suplai Luar Negeri. Untuk memenuhi kebutuhan daging
serta sapi bakalan yang akan digemukkan oleh feedloter sampai saat ini
masih tergantung pada impor. Data Asosiasi Produsen Daging dan Feedloter
Indonesia (APFINDO) menunjukkan bahwa tidak kurang dari 200.000 ekor
sapi bakalan per tahun diimpor dari luar negeri, bahkan sumber lain
menyebutkan sampai mencapai 400.000 ekor per tahun. Dengan asumsi harga
sapi Rp 3.000.000,- per ekor maka setiap tahun Indonesia harus membayar
sebesar Rp 600 milyard sampai Rp 1,2 trilyun untuk pembelian sapi
bakalan tersebut.
Pola Pemerintah mengenai agribisnis sapi potong yang dipusatkan kepada masyarakat sebagai pemilik ternak dengan dibimbing oleh Pemerintah sampai saat ini belum mampu menjawab tantangan penyediaan bibit sapi bakalan, pemenuhan kebutuhan daging serta yang lebih penting lagi adalah belum adanya perbaikan mutu genetik ternak secara kontinyu. Sehingga kualitas sapi potong yang ada bukannya meningkat dari tahun ke tahun, namun justru dalam keadaan sebaliknya yaitu mengalami degradasi mutu genetik dan performans. Hal ini disebabkan bahwa sapi-sapi keturunan hasil persilangan melalui kawin suntik (F-1) pada umumnya dipilih oleh peternak untuk dipasarkan dan dipotong, karena memiliki nilai jual yang lebih tinggi daripada bukan hasil kawin suntik (bukan persilangan).
Propinsi Jawa Timur
Secara geografis total luas lahan sawah irigasi di Jawa Timur pada tahun 2007 sekitar 1.159.592 ha.(BPS,2008), yang mana pada lahan tersebut sebagian besar ditanami padi dalam setahun 2 kali tanam, bahkan ada yang dapat ditanami 3 kali setahun. Disamping penggunaan lahan beririgasi, wilayah Jawa Timur juga terdapat lahan kering yang potensial untuk mendukung pengembangan ternak sapi potong. Total dari berbagai bentuk jenis lahan kering (Tegal/kebun, Ladang, dan padang penggembalaan) pada tahun 2007 ada sekitar 1.225.104 juta Ha. Melihat keadaan lahan kering yang relatif luas, maka sangat potensial bagi ketersediaan limbah pertanian, dengan kata lain bahwa Propinsi Jawa Timur disamping merupakan lumbung pertanian juga merupakan lumbung ternak secara nasional. Hal ini terlihat dampak positifnya, bahwa usaha pengembangan ternak sapi potong dimasyarakat berkembang pesat, disisi lain juga mampu memberikan peluang usaha dan pendapatan sebagian masyarakat pedesaan, serta dapat menyumbangkan devisa yang tidak sedikit.
Di kabupaten Blitar saat ini telah dilaksanakan program pengembangan ternak sapi dengan sistem SIPT. Dimana program tersebut dilaksanaan sejak tahun 2002. di Blitar daerah yang dialokasikan di kecamatan Wlingi desa Klemunan. Dan mulai pada tahun 2003 dikembangkan di desa Siraman kecamatan Kesamben.yang melibatkan dua kelompok ternak sapi (Dinas Peternakan Kabupaten Blitar, 2003)
Aspek lainnya seperti pembinaan perlu ditingkatkan, karena peternak yang ikut kegiatan SIPT merupakan peternak pemula, otomatis ini membutuhkan bimbingan teknis secara terpadu, yang selama ini terkesan kurang adanya koordinasi antara kelompok dan dinas terkait. Berbeda halnya di kabupaten Magetan bahwa kebanyakan peternak berminat pada sapi yang digemukkan yakni jenis sapi peranakan Boss Taurus seperti Simental, Limausin dan jenis Brangus. Alasannya adalah selain pesat pertumbuhannya juga mudah
dalam pencarian ternak
Di kabupaten Pasuruan dengan ketersediaan lahan potensi pertanian yang tersedia cukup baik dan sangat potensial untuk dikembangkan ternak sapi potong. Namun yang perlu mendapat perhatian bahwa dengan kondisi perkembangan areal tanaman komoditas padi dan palawija, nampaknya wilayah Pasuruan sudah mengalami stagnasi , maka apabila wilayah ini dijadikan areal pengembangan sapi potong perlu diperhatikan adanya kontinuitas ketersediaan pakan. Lebih-lebih dalam pengembangan ternak sapi potong yang sepenuhnya mengandalkan limbah pertanian dimasa mendatang dan tentu perlu dipertimbangkan adanya “Buffer Stock” kebutuhan pakan.
Teknis Budidaya
I. Persyaratan Lokasi
Lokasi yang ideal untuk membangun kandang adalah daerah yang letaknya cukup jauh dari pemukiman penduduk tetapi mudah dicapai oleh kendaraan. Kandang harus terpisah dari rumah tinggal dengan jarak minimal 10 meter dan sinar matahari harus dapat menembus pelataran kandang serta dekat dengan lahan pertanian. Pembuatannya dapat dilakukan secara berkelompok di tengah sawah atau ladang.
Kandang dapat dibuat dalam bentuk ganda atau tunggal, tergantung dari jumlah sapi yang dimiliki. Pada kandang tipe tunggal, penempatan sapi dilakukan pada satu baris atau satu jajaran, sementara kandang yang bertipe ganda penempatannya dilakukan pada dua jajaran yang saling berhadapan atau saling bertolak belakang. Diantara kedua jajaran tersebut biasanya dibuat jalur untuk jalan.
Pembuatan kandang untuk tujuan penggemukan (kereman) biasanya berbentuk tunggal apabila kapasitas ternak yang dipelihara hanya sedikit. Namun, apabila kegiatan penggemukan sapi ditujukan untuk komersial, ukuran kandang harus lebih luas dan lebih besar sehingga dapat menampung jumlah sapi yang lebih banyak.
Lantai kandang harus diusahakan tetap bersih guna mencegah timbulnya berbagai penyakit. Lantai terbuat dari tanah padat atau semen, dan mudah dibersihkan dari kotoran sapi. Lantai tanah dialasi dengan jerami kering sebagai alas kandang yang hangat.
Seluruh bagian kandang dan peralatan yang pernah dipakai harus disuci hamakan terlebih dahulu dengan desinfektan, seperti creolin, lysol, dan bahanbahan lainnya.
Ukuran kandang yang dibuat untuk seekor sapi jantan dewasa adalah 1,5×2 m atau 2,5×2 m, sedangkan untuk sapi betina dewasa adalah 1,8×2 m dan untuk anak sapi cukup 1,5×1 m per ekor, dengan tinggi atas + 2-2,5 m dari tanah. Temperatur di sekitar kandang 25-40 derajat C (rata-rata 33 derajat C) dan kelembaban 75%. Lokasi pemeliharaan dapat dilakukan pada dataran rendah (100-500 m) hingga dataran tinggi (> 500 m).
Kandang untuk pemeliharaan sapi harus bersih dan tidak lembab. Pembuatan kandang harus memperhatikan beberapa persyaratan pokok yang meliputi konstruksi, letak, ukuran dan perlengkapan kandang.
II. Pembibitan
Syarat ternak yang harus diperhatikan adalah:
1) Mempunyai tanda telinga, artinya pedet tersebut telah terdaftar dan lengkap silsilahnya.
2) Matanya tampak cerah dan bersih.
3) Tidak terdapat tanda-tanda sering butuh, terganggu pernafasannya serta dari hidung tidak keluar lendir.
4) Kukunya tidak terasa panas bila diraba.
5) Tidak terlihat adanya eksternal parasit pada kulit dan bulunya.
6) Tidak terdapat adanya tanda-tanda mencret pada bagian ekor dan dubur.
7) Tidak ada tanda-tanda kerusakan kulit dan kerontokan bulu.
III. Penyakit
1. Penyakit antraks
Penyebab: Bacillus anthracis yang menular melalui kontak langsung, makanan/minuman atau pernafasan.
Gejala: (1) demam tinggi, badan lemah dan gemetar; (2) gangguan pernafasan; (3) pembengkakan pada kelenjar dada, leher, alat kelamin dan badan penuh bisul; (4) kadang-kadang darah berwarna merah hitam yang keluar melalui hidung, telinga, mulut, anus dan vagina; (5) kotoran ternak cair dan sering bercampur darah; (6) limpa bengkak dan berwarna kehitaman.
Pengendalian: vaksinasi, pengobatan antibiotika, mengisolasi sapi yang terinfeksi serta mengubur/membakar sapi yang mati.
2. Penyakit mulut dan kuku (PMK) atau penyakit Apthae epizootica (AE)Penyebab: virus ini menular melalui kontak langsung melalui air kencing, air susu, air liur dan benda lain yang tercemar kuman AE.
Gejala: (1) rongga mulut, lidah, dan telapak kaki atau tracak melepuh serta terdapat tonjolan bulat berisi cairan yang bening; (2) demam atau panas, suhu badan menurun drastis; (3) nafsu makan menurun bahkan tidak mau makan sama sekali; (4) air liur keluar berlebihan.
Pengendalian: vaksinasi dan sapi yang sakit diasingkan dan diobati secara terpisah.
3. Penyakit ngorok/mendekur atau penyakit Septichaema epizootica (SE)
Penyebab: bakteri Pasturella multocida. Penularannya melalui makanan dan minuman yang tercemar bakteri.
Gejala: (1) kulit kepala dan selaput lendir lidah membengkak, berwarna merah dan kebiruan; (2) leher, anus, dan vulva membengkak; (3) paru-paru meradang, selaput lendir usus dan perut masam dan berwarna merah tua; (4) demam dan sulit bernafas sehingga mirip orang yang ngorok. Dalam keadaan sangat parah, sapi akan mati dalam waktu antara 12-36 jam.
Pengendalian: vaksinasi anti SE dan diberi antibiotika atau sulfa.
4. Penyakit radang kuku atau kuku busuk (foot rot)
Penyakit ini menyerang sapi yang dipelihara dalam kandang yang basah dan kotor.
Gejala: (1) mula-mula sekitar celah kuku bengkak dan mengeluarkan cairan putih keruh; (2) kulit kuku mengelupas; (3) tumbuh benjolan yang menimbulkan rasa sakit; (4) sapi pincang dan akhirnya bisa lumpuh.
Pengendalian penyakit sapi yang paling baik menjaga kesehatan sapi dengan tindakan pencegahan. Tindakan pencegahan untuk menjaga kesehatan sapi adalah:
1. Menjaga kebersihan kandang beserta peralatannya, termasuk memandikan sapi.
2. Sapi yang sakit dipisahkan dengan sapi sehat dan segera dilakukan pengobatan.
3. Mengusakan lantai kandang selalu kering.
4. Memeriksa kesehatan sapi secara teratur dan dilakukan vaksinasi sesuai petunjuk.
Diolah dari berbagai macam sumber
Sumber gambar:
http://portalagribisnis.deptan.go.id/images/_res/sapi%20potong%28tmg%29.JPG
Pola Pemerintah mengenai agribisnis sapi potong yang dipusatkan kepada masyarakat sebagai pemilik ternak dengan dibimbing oleh Pemerintah sampai saat ini belum mampu menjawab tantangan penyediaan bibit sapi bakalan, pemenuhan kebutuhan daging serta yang lebih penting lagi adalah belum adanya perbaikan mutu genetik ternak secara kontinyu. Sehingga kualitas sapi potong yang ada bukannya meningkat dari tahun ke tahun, namun justru dalam keadaan sebaliknya yaitu mengalami degradasi mutu genetik dan performans. Hal ini disebabkan bahwa sapi-sapi keturunan hasil persilangan melalui kawin suntik (F-1) pada umumnya dipilih oleh peternak untuk dipasarkan dan dipotong, karena memiliki nilai jual yang lebih tinggi daripada bukan hasil kawin suntik (bukan persilangan).
Propinsi Jawa Timur
Secara geografis total luas lahan sawah irigasi di Jawa Timur pada tahun 2007 sekitar 1.159.592 ha.(BPS,2008), yang mana pada lahan tersebut sebagian besar ditanami padi dalam setahun 2 kali tanam, bahkan ada yang dapat ditanami 3 kali setahun. Disamping penggunaan lahan beririgasi, wilayah Jawa Timur juga terdapat lahan kering yang potensial untuk mendukung pengembangan ternak sapi potong. Total dari berbagai bentuk jenis lahan kering (Tegal/kebun, Ladang, dan padang penggembalaan) pada tahun 2007 ada sekitar 1.225.104 juta Ha. Melihat keadaan lahan kering yang relatif luas, maka sangat potensial bagi ketersediaan limbah pertanian, dengan kata lain bahwa Propinsi Jawa Timur disamping merupakan lumbung pertanian juga merupakan lumbung ternak secara nasional. Hal ini terlihat dampak positifnya, bahwa usaha pengembangan ternak sapi potong dimasyarakat berkembang pesat, disisi lain juga mampu memberikan peluang usaha dan pendapatan sebagian masyarakat pedesaan, serta dapat menyumbangkan devisa yang tidak sedikit.
Di kabupaten Blitar saat ini telah dilaksanakan program pengembangan ternak sapi dengan sistem SIPT. Dimana program tersebut dilaksanaan sejak tahun 2002. di Blitar daerah yang dialokasikan di kecamatan Wlingi desa Klemunan. Dan mulai pada tahun 2003 dikembangkan di desa Siraman kecamatan Kesamben.yang melibatkan dua kelompok ternak sapi (Dinas Peternakan Kabupaten Blitar, 2003)
Aspek lainnya seperti pembinaan perlu ditingkatkan, karena peternak yang ikut kegiatan SIPT merupakan peternak pemula, otomatis ini membutuhkan bimbingan teknis secara terpadu, yang selama ini terkesan kurang adanya koordinasi antara kelompok dan dinas terkait. Berbeda halnya di kabupaten Magetan bahwa kebanyakan peternak berminat pada sapi yang digemukkan yakni jenis sapi peranakan Boss Taurus seperti Simental, Limausin dan jenis Brangus. Alasannya adalah selain pesat pertumbuhannya juga mudah
dalam pencarian ternak
Di kabupaten Pasuruan dengan ketersediaan lahan potensi pertanian yang tersedia cukup baik dan sangat potensial untuk dikembangkan ternak sapi potong. Namun yang perlu mendapat perhatian bahwa dengan kondisi perkembangan areal tanaman komoditas padi dan palawija, nampaknya wilayah Pasuruan sudah mengalami stagnasi , maka apabila wilayah ini dijadikan areal pengembangan sapi potong perlu diperhatikan adanya kontinuitas ketersediaan pakan. Lebih-lebih dalam pengembangan ternak sapi potong yang sepenuhnya mengandalkan limbah pertanian dimasa mendatang dan tentu perlu dipertimbangkan adanya “Buffer Stock” kebutuhan pakan.
Teknis Budidaya
I. Persyaratan Lokasi
Lokasi yang ideal untuk membangun kandang adalah daerah yang letaknya cukup jauh dari pemukiman penduduk tetapi mudah dicapai oleh kendaraan. Kandang harus terpisah dari rumah tinggal dengan jarak minimal 10 meter dan sinar matahari harus dapat menembus pelataran kandang serta dekat dengan lahan pertanian. Pembuatannya dapat dilakukan secara berkelompok di tengah sawah atau ladang.
Kandang dapat dibuat dalam bentuk ganda atau tunggal, tergantung dari jumlah sapi yang dimiliki. Pada kandang tipe tunggal, penempatan sapi dilakukan pada satu baris atau satu jajaran, sementara kandang yang bertipe ganda penempatannya dilakukan pada dua jajaran yang saling berhadapan atau saling bertolak belakang. Diantara kedua jajaran tersebut biasanya dibuat jalur untuk jalan.
Pembuatan kandang untuk tujuan penggemukan (kereman) biasanya berbentuk tunggal apabila kapasitas ternak yang dipelihara hanya sedikit. Namun, apabila kegiatan penggemukan sapi ditujukan untuk komersial, ukuran kandang harus lebih luas dan lebih besar sehingga dapat menampung jumlah sapi yang lebih banyak.
Lantai kandang harus diusahakan tetap bersih guna mencegah timbulnya berbagai penyakit. Lantai terbuat dari tanah padat atau semen, dan mudah dibersihkan dari kotoran sapi. Lantai tanah dialasi dengan jerami kering sebagai alas kandang yang hangat.
Seluruh bagian kandang dan peralatan yang pernah dipakai harus disuci hamakan terlebih dahulu dengan desinfektan, seperti creolin, lysol, dan bahanbahan lainnya.
Ukuran kandang yang dibuat untuk seekor sapi jantan dewasa adalah 1,5×2 m atau 2,5×2 m, sedangkan untuk sapi betina dewasa adalah 1,8×2 m dan untuk anak sapi cukup 1,5×1 m per ekor, dengan tinggi atas + 2-2,5 m dari tanah. Temperatur di sekitar kandang 25-40 derajat C (rata-rata 33 derajat C) dan kelembaban 75%. Lokasi pemeliharaan dapat dilakukan pada dataran rendah (100-500 m) hingga dataran tinggi (> 500 m).
Kandang untuk pemeliharaan sapi harus bersih dan tidak lembab. Pembuatan kandang harus memperhatikan beberapa persyaratan pokok yang meliputi konstruksi, letak, ukuran dan perlengkapan kandang.
II. Pembibitan
Syarat ternak yang harus diperhatikan adalah:
1) Mempunyai tanda telinga, artinya pedet tersebut telah terdaftar dan lengkap silsilahnya.
2) Matanya tampak cerah dan bersih.
3) Tidak terdapat tanda-tanda sering butuh, terganggu pernafasannya serta dari hidung tidak keluar lendir.
4) Kukunya tidak terasa panas bila diraba.
5) Tidak terlihat adanya eksternal parasit pada kulit dan bulunya.
6) Tidak terdapat adanya tanda-tanda mencret pada bagian ekor dan dubur.
7) Tidak ada tanda-tanda kerusakan kulit dan kerontokan bulu.
III. Penyakit
1. Penyakit antraks
Penyebab: Bacillus anthracis yang menular melalui kontak langsung, makanan/minuman atau pernafasan.
Gejala: (1) demam tinggi, badan lemah dan gemetar; (2) gangguan pernafasan; (3) pembengkakan pada kelenjar dada, leher, alat kelamin dan badan penuh bisul; (4) kadang-kadang darah berwarna merah hitam yang keluar melalui hidung, telinga, mulut, anus dan vagina; (5) kotoran ternak cair dan sering bercampur darah; (6) limpa bengkak dan berwarna kehitaman.
Pengendalian: vaksinasi, pengobatan antibiotika, mengisolasi sapi yang terinfeksi serta mengubur/membakar sapi yang mati.
2. Penyakit mulut dan kuku (PMK) atau penyakit Apthae epizootica (AE)Penyebab: virus ini menular melalui kontak langsung melalui air kencing, air susu, air liur dan benda lain yang tercemar kuman AE.
Gejala: (1) rongga mulut, lidah, dan telapak kaki atau tracak melepuh serta terdapat tonjolan bulat berisi cairan yang bening; (2) demam atau panas, suhu badan menurun drastis; (3) nafsu makan menurun bahkan tidak mau makan sama sekali; (4) air liur keluar berlebihan.
Pengendalian: vaksinasi dan sapi yang sakit diasingkan dan diobati secara terpisah.
3. Penyakit ngorok/mendekur atau penyakit Septichaema epizootica (SE)
Penyebab: bakteri Pasturella multocida. Penularannya melalui makanan dan minuman yang tercemar bakteri.
Gejala: (1) kulit kepala dan selaput lendir lidah membengkak, berwarna merah dan kebiruan; (2) leher, anus, dan vulva membengkak; (3) paru-paru meradang, selaput lendir usus dan perut masam dan berwarna merah tua; (4) demam dan sulit bernafas sehingga mirip orang yang ngorok. Dalam keadaan sangat parah, sapi akan mati dalam waktu antara 12-36 jam.
Pengendalian: vaksinasi anti SE dan diberi antibiotika atau sulfa.
4. Penyakit radang kuku atau kuku busuk (foot rot)
Penyakit ini menyerang sapi yang dipelihara dalam kandang yang basah dan kotor.
Gejala: (1) mula-mula sekitar celah kuku bengkak dan mengeluarkan cairan putih keruh; (2) kulit kuku mengelupas; (3) tumbuh benjolan yang menimbulkan rasa sakit; (4) sapi pincang dan akhirnya bisa lumpuh.
Pengendalian penyakit sapi yang paling baik menjaga kesehatan sapi dengan tindakan pencegahan. Tindakan pencegahan untuk menjaga kesehatan sapi adalah:
1. Menjaga kebersihan kandang beserta peralatannya, termasuk memandikan sapi.
2. Sapi yang sakit dipisahkan dengan sapi sehat dan segera dilakukan pengobatan.
3. Mengusakan lantai kandang selalu kering.
4. Memeriksa kesehatan sapi secara teratur dan dilakukan vaksinasi sesuai petunjuk.
Diolah dari berbagai macam sumber
Sumber gambar:
http://portalagribisnis.deptan.go.id/images/_res/sapi%20potong%28tmg%29.JPG
Tidak ada komentar:
Posting Komentar