Sabtu, 28 Desember 2013

pengembangan sapi perah

Tahun 2007, harga susu dunia mencatat puncak tertinggi dalam sejarah ($58/100 kg). Pada bulan Oktober 2008, walaupun harga sudah turun 40%, namun susu menjadi komoditas pertanian paling volatile (Hemme, 2008). Mengikuti pasar global, IPS Indonesia berupaya menurunkan harga susu dari peternak yang sudah sangat kesulitan untuk menutupi biaya produksinya.
Meskipun harga susu dunia tahun 2007 mencapi puncaknya, produksi susu nasional tidak banyak berubah dan hanya mampu memenuhi 25% kebutuhan dalam negeri. Populasi dan produktivitas ternak yang rendah diduga menjadi penyebab hal tersebut. Selama 4 tahun terakhir, populasi sapi perah yang merupakan penghasil susu utama hanya tumbuh < 0.7%/tahun (Deptan, 2009). Sedangkan rata-rata produktivitas sapi FH yang digunakan di Indonesia (10 – 12 kg/ekor/hari) jauh dibawah rataan produksi FH yang dilaporkan Miron et al. (2007) yaitu sebesar 41 kg/ekor/hari.
Beberapa kendala dalam pengembangan populasi dan produktivitas sapi perah di Indonesia sudah lama diketahui. Kendala tersebut baru sebagian kecil yang dapat terselesaikan secara nasional. Meskipun kajian akademis sudah banyak dilakukan, namun belum sepenuhnya dapat diterapkan dan menjangkau akar permasalahan tersebut karena kurangnya sinergisme dan aksi nyata didalam penyelesaian permasalahan tersebut. Kendala-kendala tersebut antara lain:
1) Kondisi iklim yang panas menyebabkan performa, produksi dan reproduksi sapi perah mengalami gangguan baik secara langsung maupun secara tidak langsung karena menurunnya kualitas pakan dan berkembangnya penyakit (McDowell, 1989).
2) Peternakan sapi perah terkonsentrasi di Pulau Jawa yang didiami > 60% penduduk Indonesia (Atmadilaga, 1989) menyebabkan kompetisi penggunaan lahan menjadi sangat tinggi. Tidak tersedia lahan yang cukup untuk menanam hijauan. Persyaratan kondisi lingkungan yang dibutuhkan oleh sapi perah (dataran tinggi dengan iklim sejuk), memperburuk kondisi tersebut dimana lahan-lahan tersebut merupakan favorit orang-orang berduit untuk menghabiskan waktu luang sambil menatap hamparan lingkungan yang bersih dan tidak berbau. Belum tersedia kelembagaan yang membantu peternak dalam pengadaan hijauan secara efisien dan berkesinambungan.
3) Skala produksi yang rendah (3 – 4 ekor) (Suryahadi et al., 2007) menyebabkan income per household dari sapi perah belum dapat dijadikan sebagai sumber pendapatan utama yang layak bagi peternak.
4) Lack of capital and technology (Atmadilaga, 1989) menyebabkan peternak kurang mampu mengembangkan usahanya dan berproduksi pada taraf optimum. Bahkan minimum maintenance sering kali terpaksa dilewatkan oleh peternak seperti pemberian pakan sesuai kebutuhan ternak terutama untuk ternak-ternak yang tidak mendatangkan cash income (Suryahadi et al., 2007). Hal ini merupakan salah satu sebab mengapa breeding stock (replacement stock) kurang berjalan dengan baik pada tingkat peternak. Sementara ketersediaan sistem permodalan di Indonesia belum dapat dimanfaatkan karena kurang sesuai dengan skema dan kemampuan peternak.
5) Lemahnya posisi tawar peternak diantara mata rantai produksi dan pemasaran. Dimulai dari penyediaan lahan untuk hijauan, penyediaan pakan penguat, penyediaan input produksi, penilaian hasil (kualitas dan kuantitas roduksi), penentuan harga, resiko usaha dan gejolak harga (peternak seringkali menderita paling awal dan banyak).
6) Lack of information untuk mempelajari kondisi peternakan sapi perah di Indonesia (McDowell, 1989). Hal tersebut disebabkan recording yang belum berjalan pada tingkat peternak dan rendahnya publikasi informasi baik pada tingkat koperasi, perguruan tinggi maupun lembaga-lembaga lain yang dapat diakses oleh semua
stakeholder. Data yang ada belum dapat dijadikan informasi yang berguna karena belum diolah dan disampaikan kepada masyarakat. Seringkali data statistik dari institusi resmi yang diperoleh dari pemodelan dengan asumsi kondisi normal digunakan untuk merencanakan pengembangan sapi perah di Indonesia. Kenyataannya, perkembangan sapi perah dan produksi susu tidak pernah normal, sangat bergejolak sejalan dengan perkembangan harga susu. Peternak seringkali berproduksi suboptimal jika harga susu kurang bergairah atau saat input jauh diluar jangkauan peternak.
7) Kurangnya dukungan pemerintah untuk pengembangan sapi perah di Indonesia.Membiarkan peternak kecil bersaing bebas dalam perekonomian menghadapi 3 industri dan kompetitor lain terkesan kurang fair. Keberpihakan terhadap konsumen dan industri masih menjadi prioritas dan favorit kebijakan nasional
8) Kurangnya penilaian terhadap fungsi-fungsi sapi perah dalam masyarakat, sebagian besar indikator diarahkan pada penilaian ekonomis saja. Fungsi lain seperti penyedia lapangan kerja, penyedia bio-fertilizer, pengentasan kemiskinan, pengentasan gizi buruk, perbaikan lingkungan dan fungsi sosio-cultural lainnya belum banyak dipertimbangkan.
Beranjak dari permasalahan tersebut, tujuan pengembangan peternakan sapi perah hendaknya diarahkan untuk food security, proverty alleviation, pemenuhan kebutuhan domestik, meningkatkan income peternak dan pemeliharaan kelestarian lingkungan. Dengan memajukan integrasi fungsi ekonomi, sosio-kultural dan sustainabilitas serta kelestarian lingkungan, diharapkan peternakan sapi perah lebih mendapat tempat dalam prioritas pembangunan nasional.
Untuk membantu pemecahan masalah tersebut diatas dan pencapaian tujuan dimaksud, perlu dikembangkan dan disepakati 1) model peternakan sapi perah berkelanjutan, 2) model bisnis kemitraan pengembangan sapi perah 3) performa kunci yang harus dicapai dan 4) best practices dan contoh kongkrit
Model Pengembangan Peternakan Sapi Perah Berkelanjutan
Secara konseptual dan atas dasar perkembangan peternakan sapi perah akhir-akhir ini, maka perlu pengembangan peternakan sapi perah berkelanjutan yang memenuhi unsur/faktor-faktor keberlanjutan sebagai berikut :
1) Ketersediaan bibit berkualitas: Di Indonesia, Frisien Holstein sudah beradaptasi dengan kondisi lokal dan sudah lama digunakan sebagai sumber bibit untuk pengembangan sapi perah di Indonesia. Walaupun performa FH tidak sebaik di daerah asalnya, namun sapi FH sudah menunjukkan ketahanan terhadap kondisi lokal dibandingkan dengan bangsa sapi perah unggul lainnya. Karena itu, bangsa FH sudah dipilih sebagai bibit untuk banyak proyek pengembangan sapi perah di Indonesia. Selama 20 tahun terakhir, kualitas bibit FH di Indonesia belum banyak menunjukkan perbaikan meski IB dengan bibit unggul sudah diterapkan.
2) Ketersediaan lahan: Ketersediaan lahan subur untuk penyediaan rumput dan legum untuk sapi perah sangat penting karena >50% dari kebutuhan sapi perah harus dipenuhi dari HMT atau pakan sumber serat lainnya. Untuk mempertahankan produksi susu yang berkualitas tinggi dalam waktu lama, ketersediaan HMT menjadi faktor pembatas utama pengembangan sapi perah di Indonesia. Kapasitas tampung suatu wilayah bervariasi tergantung dari kesuburan lahan, jenis HMT yang ditanaman, pemupukan, metode pemanenan dan pengawetan hijauan. Suatu lahan yang subur yang ditanam dengan hijauan tertentu seperti jagung dapat memenuhi seluruh kebutuhan sapi perah tanpa penambahan konsentrat. Lahan juga diperlukan untuk kandang dan gudang. Karena itu, kebutuhan lahan harus juga mendapat perhatian yang lebih seksama. 
3) Ketersediaan Sumber air: Berbeda dengan ternak lainnya, usaha sapi perah membutuhkan lebih banyak air bersih. Untuk memproduksi 1 liter susu diperlukan setidaknya 40 l air untuk minum dan 300 – 400 liter untuk membersihkan kandang per satuan ternak. Air juga diperlukan untuk membersihkan peralatan kandang dan makanan. Pada kondisi yang panas, air juga diperlukan untuk melembabkan ruangan kandang agar ternak merasa lebih nyaman. Saat ini terdapat sentra-sentra sapi perah yang mengalami kesulitan dalam pengadaan air bersih.
4) Sumberdaya manusia: Idealnya, peternakan sapi perah membutuhkan tenaga kerja yang berpengalaman dalam menangani ternak, karena kesalahan pada penanganan baik pada masa pedet, dara maupun pada awal laktasi akan berpengaruh pada tahapan produksi berikutnya. Karena itu, pelatihan dan training perlu dilakukan untuk menjamin suatu produksi sapi perah yang berkelanjutan.
5) Ketersediaan Modal: Modal diperlukan untuk mengembangkan usaha sapi perah. Modal diperlukan untuk membeli ternak, membangun kandang, lahan HMT, pakan, peralatan makan, peralatan pemerahan susu dan penyimpanan susu. Untuk suatu usaha sapi perah yang ekonomis dengan 10 ekor ternak diperlukan modal paling kurang 200 juta Rupiah. Peternak maupun koperasi, masih memiliki kendala dalam akses permodalan. Pengembangan usaha sulit, terhambat karena keterbatasan modal.
6) Penyebaran Cooling unit: Cooling Unit diperlukan untuk menjaga agar susu tetap segar dan tahan lebih lama sebelum diproses oleh industri. Setiap pengunduran waktu penanganan akan menyebabkan penurunan kualitas susu sejalan dengan meningkatnya angka kuman. Karena itu, pembangunan cooling unit sangat penting sedekat mungkin dengan peternak. Program penyebaran/bantuan cooling unit merupakan program yang strategis bagi pengemabangan sapi perah.
7) Pelayanan kesehatan ternak: Pelayanan kesehatan ternak adalah bagian dari rantai produksi sapi perah yang akan menentukan tingkat keberhasilan sapi perah tersebut. Disamping untuk pencegahan penyakit, pelayanan kesehatan ternak juga menyediakan pelayanan inseminasi buatan, pemeriksaan kebuntingan dan bantuan melahirkan ternak. Untuk kecepatan dan ketepatan pelayanan kesehatan, sebaiknya pusat pelayanan kesehatan berada sedekat mungkin dengan peternak.
8) Jalur transportasi: Jalan merupakan syarat lainnya yang harus dipenuhi dari pengembangan sapi perah. Jarak tempuh dan kualitas jalan dari peternakan ke IPS (dalam artian waktu) harus diperhitungkan sebelum membuka suatu area pengembangan sapi perah yang baru. Jarak tempuh yang panjang dan jalan bergelombang memperbesar kemungkinan rusaknya atau penurunan mutu susu.
9) Skala ekonomis sapi perah: Sebuah usaha sapi perah skala kecil harus berproduksi pada skala ekonomis dimana penerimaannya harus lebih besar dari pada biaya variable. Hasil beberapa penelitian menunjukkan bahwa skala usaha yang ekonomis untuk suatu usaha sapi perah adalah 10 ekor dengan persentase ternak laktasi >70%. Di bawah skala tersebut, inefisiensi penggunaan input akan terjadi, sedangkan diatas skala tersebut, input teknologi diperlukan yang kadangkadang juga tidak efisien jika diterapkan pada peternak skala kecil.
10) Kelestarian Lingkungan: Merupakan isu yang menjadi perhatian dunia saat ini. Dalam sistem produksi yang berkesinambungan, isu ini menjadi prioritas dimana biaya pelestarian lingkungan masuk pada input produksi. Pada sistem peternakan sapi perah, melestarikan lingkungan dapat menjadi benefit dan sekaligus biaya.
Pengelolaan limbah yang baik akan meningkatkan manfaat limbah baik untuk kesuburan tanah maupun pendapatan peternak, menurunkan komplain masyarakat sekitar terhadap cemaran air dan udara. Namun pada pengelolaan padang rumput, hal ini menjadi biaya yang sangat mahal. Banyak peternak yang terpaksa menanam rumput dilahan berkemiringan tinggi atau pada daerah-daerah konservasi, menanam pada atau memanen rumput covering tanaman perkebunan, menanam rumput pada lahan bera yang sengaja dibiarkan untuk menumbuhkan humus. Hal tersebut berdampak kurang baik terhadap kelestarian lingkungan, namun menghilangkan sumber hijauan dari tempat-tempat tersebut membutuhkan biaya yang besar.
http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/53592


Rabu, 27 November 2013

PEMBERHENTIAN SAPI DARI AUSTRALIA


Pemberhentian Sapi Impor Australia Tak Berdampak Buruk di Sumsel

PALEMBANG,Buanasumsel.com – Kendati pengiriman sapi Impor asal Australia tidak merambah lagi di Indonesia, termasuk Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel), namun stok daging sapi di provinsi ini masih dalam keadaan aman. Bahkan pemberhentian impor sapi Australia ini membuka peluang besar bagi pangsa sapi lokal.
ILustrasi (Poto:int)
Kepala Dinas (Kadis) Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Provinsi Sumsel, Eppy Mirza mengatakan, pemberhentian impor sapi asal Australia ke Sumsel secara tak langsung berdampak baik bagi pengusaha sapi lokal di Sumsel, hal ini terlihat dari tingginya minat pembeli daging sapi lokal ketimbang daging sapi impor di provinsi Sumsel. “misalpun mereka tidak mengirim lagi, namun tak akan berdampak buruk bagi perekonomian kita,” ungkapnya, jumat (24/6/11).
Apalagi kata Eppy, Provinsi Sumsel merupakan salah satu penghasil sapi lokal terbesar di Sumatera, sehingga dengan ada atau tak adanya sapi impor di Sumsel tidak akan berpengaruh besar  mengingat Sumsel hanya menerima 20 persen untuk sapi impor berupa daging segar maupun sapi hidup. “sedangkan 80 persen pasok daging sapi di Sumsel berasal sapi lokal, jadi Sumsel tak akan terpengaruh dengan pemberhentian daging sapi impor asal Australia ,” kata dia.
Bahkan, daging sapi lokal yang ada di Sumsel saat ini sudah merambah pangsa pasar yang ada di daerah tetangga, seperti Lampung, Jambi, dan Bangka Belitung ( Babel ). “kita punya daerah penghasil sapi lokal, seperti di Ogan Komering Ulu (OKU) dan Ogan Ilir (OI),” tambah Eppy.
Disinggung alasan pemberhentian sapi impor ke Indonesia, penyebab utamanya kata Eppy tak lain karena Pemerintah Australia tak menginginkan sistem penyembelihan sapi impor dengan menerapkan sistem di Indonesia yakni, dengan membaca doa sebelum menyembelih sapi. “karena kita muslim sudah seharusnya membaca Bismillah sebelum menyembelih ternak. Karena mereka bersikeras menerapkan sistem mereka, maka kita menolaknya. Toh yang rugi mereka sendirikan,” cibirnya.
Sampai saat ini keran penjualan sapi impor ke Indonesia masih ditutup, namun Pemerintah Indonesia akan melakukan negosiasi dengan Pemerintah Australia untuk mencari solusi yang terbaik dari pengiriman impor sapi ini. “kita bersikeras mengenai sistem penyembelihannya, namun bila mereka masih menerapkan sistem mereka maka kita akan menolaknya,” tegas Eppy sembari menerangkan pengiriman impor sapi Australia di Indonesia sebanyak 40 persen. (Fby).
Filed UnderBisnis

Kamis, 12 September 2013

PENGIRIMAN SAPI KE AUSTRALIA

Politisi Australia "Ogah" Jual Peternakan Sapi ke RI

  • Kamis, 12 September 2013 | 15:05 WIB
Sapi-sapi asal Australia | ABC

CANBERA, KOMPAS.com —
Rencana Indonesia untuk memiliki peternakan sapi di Australia ternyata tidak berjalan mulus. Sebab, rencana Indonesia tersebut mendapatkan penolakan dari partai terbesar di Negeri Kanguru.
Barnaby Joyce dari Partai Nationals MP telah meminta Pemerintah Australia menolak rencana Indonesia yang ingin membeli tanah untuk peternakan sapi yang kelak untuk memenuhi kebutuhan Indonesia.
Sebelumnya, Pemerintah Indonesia melalui Dahlan Iskan, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), sudah membulatkan tekad mencari solusi kekurangan daging sapi di dalam negeri dengan cara membeli peternakan sapi di Australia, melalui badan usaha milik negara (BUMN).  
Rencananya, ternak terlebih dahulu dibesarkan di Australia, kemudian baru dikirim ke penggemukan dan pemotongan hewan yang ada di Indonesia.
"Saya melihat ini demi kepentingan nasional (Australia), apa manfaat bagi peternak Australia, apa manfaat bagi wajib pajak Australia? Jika entitas lain (Indonesia) membeli tanah kami untuk bikin peternakan sendiri, kemudian mereka ekspor sendiri ke fasilitas mereka sendiri, pajaknya masuk ke negara mereka (Indonesia)," kata Joyce.
Joyce mengaku prihatin tentang rencana Indonesia membangun peternakan di Australia yang dinilai bisa berimbas bagi warganya. Untuk itu, ia mengimbau Pemerintah Australia dan warga Australia untuk bersuara mengenai hal tersebut.
Tak hanya Partai Nasional, Partai The Greens di Australia juga memiliki komentar serupa dengan Joyce. Sementara itu, juru bicara senator pertanian, Rachel Siewert, mengatakan, rencana pembelian lahan oleh Indonesia itu adalah masalah penting bagi Australia.
"Ini akan menjadi ujian pertama bagi pemerintahan Koalisi Liberal-Nasional, apakah mereka mementingkan kepentingan nasional Australia dengan melindungi lahan pertanian utama Australia dan air atau tidak," katanya.
"Dalam abad ini ada kerawanan pangan, pemerintah harus melindungi peternakan di Australia dari pembeli tanah di luar negeri dan investor. Apa negara lain di dunia akan memungkinkan pemerintah asing membeli tanah? Ini pasti tidak akan terjadi di China atau Amerika Serikat (AS), jadi mengapa terjadi di sini?" katanya.
"Setelah Anda menjual tanah ke negara lain, maka Anda tidak akan pernah mendapatkannya kembali. Itulah mengapa The Greens memiliki rencana untuk melarang pembelian lahan pertanian dan air oleh pemerintah asing," ujar Siewert.
Rencana Indonesia tersebut akan menjadi tantangan besar kedua bagi Pemerintah Australia. Selain itu, Partai Nasional juga menolak rencana penjualan perusahaan biji-bijian Graincorp senilai 3 miliar dollar AS oleh perusahaan makanan Amerika Serikat (AS), Archer Daniels Midland (ADM). (Asnil Bambani Amri)
Sumber : KONTAN
Editor : Erlangga Djumena

Rabu, 14 Agustus 2013

HARGA DAGING SAPI

Jelang Lebaran, Harga Daging Sapi di Bandung Sudah Merosot

Baban Gandapurnama - detikfinance
Senin, 29/07/2013 09:54 WIB
http://images.detik.com/content/2013/07/29/4/095606_saphi2.jpg
Bandung - Jelang lebaran Idul Fitri 2013, harga komoditas daging sapi di Kota Bandung sudah kembali merosot alias turun. Harga daging sapi di pasar tradisional sempat tak terkendali dengan menembus angka Rp 100 ribu per kilogram.

"Sejak sepekan lalu harga daging sapi di Bandung mulai turun," kata salah satu pedagang di Pasar Induk Caringin Kota Bandung, Ahmad Nurjaman (36).

Ahmad menyampaikannya saat ditemui detikFinance di Rumah Potong Hewan (RPH) Cirangrang, Jalan Kopo, Kota Bandung, Senin (29/7/2013). Pria tersebut menjual daging sapi impor jenis sapi Brahman Cross (BX).

Pebisnis daging sapi ini mengaku girang dengan kondisi harga sapi saat ini. Sewaktu harga sapi melonjak tinggi, pria akrab disap Haji Totong ini menjual daging sapi BX kepada konsumen dengan banderol Rp 90 ribu hingga Rp 100 ribu per kilogram. Bahkan di beberapa pasar tradisional di Bandung, selisih angkanya bisa lebih.

Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Jabar pernah menyebutkan harga daging sapi termahal di Jabar itu berada di wilayah Kota Bandung. Tercatat harga daging sapi meroket hingga Rp 105 ribu per kilogram. Melambungnya daging sapi di Bandung beberapa waktu lalu itu disebut tertinggi dibandingkan lima kota lainnya di Jabar yakni Depok, Bogor, Sukabumi, Tasikmalaya, dan Cirebon.

"Kalau sekarang, paha sapi belakang saya jual 80 ribu rupiah per kilogram. Kalau paha depan harganya 73 hingga 75 ribu rupiah per kilogram," ungkap Ahmad yang sejak 2003 melakoni bisnis daging sapi di Pasar Caringin.

Daging sapi dijual Ahmad di Pasar Caringin ini biasanya didistribusikan kembali oleh pedagang lainnya serta pengecer ke pasar-pasar tradisional di Bandung Raya seperti Kota Bandung, Kota Cimahi, Kabupaten Bandung, dan Kabupaten Bandung Barat.

Adanya kebijakan pemerintah dalam hal ini Kementerian Perdagangan (Kemendag) soal menambah kuota sapi impor, kata Ahmad, berpengaruh menurunkan harga daging di pasaran. Kondisi demikian membuat pengusaha penggemukan sapi (feedloter) menurunkan harga jual sapi hidup kepada pedagang. Feedloter kini membanderol sapi hidup seharga Rp 33 ribu per kilogram dari semula Rp 36 ribu per kilogram.

Pengecer daging sapi lokal di Pasar Cikutra, Yayat (32), mengakui dampak harga sapi impor turun itu berimbas kepada bisnisnya. "Turunnya daging sapi impor, otomatis daging sapi lokal pun ikut turun. Ya harus mengikuti. Sekarang harga sapi lokal itu menyesuaikan. Harganya kini kisaran 75 ribu hingga 85 ribu rupiah," singkat Yayat ditemui di Pasar Cikutra.

Salah satu perusahaan feedloter, PT Lembu Jantan Perkasa, tidak membantah soal turunnya harga sapi hidup yang dijual kepada pedagang.

"Perusahaan feedloter yang tergabung dalam Asosiasi Pedagang Sapi dan Feedloter Indonesia (Apfindo), bersepakat menurunkan harga sapi hidup," ucap General Manager PT Lembu Jantan Perkasa, Said Zulvalutvy, sewaktu ditemui detikcom di kantor PT Lembu Jantan Perkasa, Jalan Mileter KM-01, Desa Darangdan, Kecamatan Darangdan, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, Senin (29/7/2013).

Said mengungkapkan, sejak Jumat 19 Juli 2013 lalu feedloter melego sapi hidup seharga Rp 33 ribu per kilogram dari semula Rp 36 ribu per kilogram. Sapi impor yang dijual PT Lembu Jantan Perkasa asal Australia berjenis sapi BX. Imbasnya, harga jual daging sapi di pasar tradisonal pun merosot tajam.

"Poin pentingnya saat ini harga daging sapi di Bandung turun drastis. Bandung ini menjadi tolak ukur. Kenapa harganya terjun bebas? Karena suplai yang diminta pedagang sudah cukup terpenuhi. Kalau suplai cukup, tentu yang diuntungkan juga ialah konsumen," tutur Said.

"Jadi keiinginan pemerintah saat ini untuk menurunkan harga sapi itu tercapai," tambahnya.

Said berpandangan kenaikan harga sapi di sejumlah wilayah Indonesia khususnya Bandung, beberapa waktu lalu, lantaran disebabkan kuota sapi tidak terpenuhi. Terlebih sewaktu Kementerian Pertanian (Kementan) menekankan pembatasan kuota sapi impor hanya 10 persen. Ia pun menyarankan perlu pengecekan angka ril soal populasi sapi lokal di Indonesia saat ini.

"Sapi itu 'kan bahan baku. Karena waktu itu bahan bakunya tidak ada di pasaran, terjadilah gejolak yang menjadikan harga tak sesuai di pasaran. Nah, karena permintaannya tinggi, harga pun pasti naik. Jadi kenaikan itu bukan karena ulah spekulan serta penimbunan. Kondisinya waktu itu, di peternak memang kandangnya kosong. Petani pun tidak mau mengeluarkan sapi karena belum cukup umur," kata Said.

Sambung Said, perusahaan feedloter menyambut baik setelah urusan tata niaga impor diambil alih Kementerian Perdagangan (Kemendag). Apalagi Kemendag siap menambah kuota impor sapi. Pemerintah beralasan dengan adanya penambahan pasokan dan distribusi bisa menurunkan harga daging.



(bbn/dru) 

Selasa, 14 Mei 2013

Mentan Minta Australia Realisasikan Investasi Peternakan Sapi


13 Mei 2013 | 21:22 wib
Mentan Minta Australia Realisasikan Investasi Peternakan Sapi
 0
 
 0
image
BERTEMU: Mentan Suswono menerima dua menteri negara bagian Australia. (suaramerdeka.com/Marlin)
JAKARTA, suaramerdeka.com – Menteri Pertanian RI Suswono meminta pihak Australia segera merealisasikan investasi di bidang peternakan sapi di Indonesia, sebagaimana yang telah disepakati antara kedua negara beberapa waktu lalu.
Mentan Suswono menyampaikan hal itu ketika menerima dua menteri negara bagian Australia, masing-masing Menteri Industri Utama dan Perikanan Negara Bagian Northern Teritory Willem Westra van Holthe dan Menteri Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan Negara Bagian Queensland Jonh McVeight, Senin (13/5) di Kementerian Pertanian, Jakarta.
"Kami sangat menunggu realisasi dari investasi yang sudah dijanjikan," kata Mentan Suswono.
Mentan Suswono mengatakan, investasi pembibitan sapi di Indonesia akan sangat menguntungkan. Mengingat konsumsi daging masyarakat Indonesia masih rendah. Yakni hanya 2,2 kg per kapita per tahun.
Ke depan, lanjut Mentan, jumlah konsumsi per kapita akan meningkat seiring dengan meningkatnya perekonomian masyarakat Indonesia. Dengan begitu Australia tidak tergantung dengan kuota impor dari Indonesia. Sebaliknya Indonesia pun tidak tergantung dari negara lain untuk memenuhi kebutuhan daging di dalam negeri.
Menanggapi permintaan Mentan Suswono itu, baik Willem Westra maupun Jonnh McVeight menyatakan akan menyampaikan hal ini kepada pemerintah mereka.
Kedatangan delegasi menteri dari dua negara bagian Australia itu untuk mengajak Indonesia meningkatkan kerjasama dalam bidang peternakan sapi. Pertemuan yang juga dihadiri Duta Besar Australia untuk Indonesia Greg Moriarty, ini juga membicarakan mengenai kerjasama dalam bidang riset dan teknologi pembibitan sapi.
Dalam kesempatan itu Willem Westra juga sempat menanyakan soal rencana penarikan jadwal impor sapi periode Juli-September menjadi Juni-Agustus. Mentan membenarkan rencana itu. Hal tersebut dilakukan untuk memenuhi kebutuhan daging sapi jelang hari raya lebaran, yang selalu meningkat.
Mendengar keterangan Mentan tersebut, Willem mengaku senang. "Para pengusaha sapi dan daging sapi di Australia, saya yakin senang mendengar hal ini," imbuh Willem.

Sabtu, 27 April 2013

PENAIKAN HARGA SAPI DI PASARAN

Dikirim ke Jawa Barat dan Jakarta

Harga Sapi Naik, Tengkulak Luar Daerah Serbu Pasar Hewan Bojonegoro

Editor: | Senin, 25 Februari 2013 14:51 WIB, 61 hari yang lalu

 0Google +0 0 0

Harga Sapi Naik, Tengkulak Luar Daerah Serbu Pasar 
Hewan Bojonegoro - Dikirim ke Jawa Barat dan Jakarta - Sapi potongSapi potong(Foto: Istimewa)

LENSAINDONESIA.COM: Hingga saat ini harga sapi di wilayah Bojonegoro, Jawa Timur terus mengalami kenaikan. Hal terjadi akiat imbas banyaknya sapi dari Bojonegoro yang di borong para pedagang luar daerah untuk di kirim ke Jawa Barat dan Jakarta.
Pantauan LICOM di Pasar Hewan Bojonegoro, saat ini harganya sapi dewasa mencapai Rp 13 hingga 16 juta per ekor. Pada hal beberapa bulan lalu, harganya sapi ukuran besar dan sedang (dewasa) berkisar antara Rp 12 hingga 15 juta per ekornya.
Menurut pedagang, para tengkulak memburu hewan ternak jenis ini di Bojonegoro karena harganya masih rendah di banding dengan kota-kota.
“Kabarnya harga sapi di daerah lain jauh lebih tinggi. Akhirnya para tengkulak yang ingin mendapat untung jadi lari ke sini,” ujar Karmani tengkulak asal Blora, Jateng yang setiap pasaran sapi selalu memborong sapi di Bojonegoro, Senin (25/02/2013).
Akibat banyak tengkulak yang datang ke Bojonegoro ini, lanjur Karmani, secara tidak langsung, para pedagang sapi di pasar hewan juga mulai menaikan harga.
“Setiap pekan saya membeli kurang lebih 5 hingga 10 sapi dari sini untuk dikirim ke Jakarta dan kota –kota besar di Jawa barat. Harga daging di sana tinggi sekali. Bakan hanya saya, para tengkulak juga pasti melilih sapi dengan harga yang murah,” katanya.
Tingginya harga sapi saat ini memang menjadi probelem para konsumen daging sapi. Namun hal demikian tidak dirasakan para peternak sapi lokal di Bojonegoro. Sebab, tingginya harga ini malah membuat mereka meraup untung yang lumayan besar.@hidayat

Jumat, 08 Februari 2013

TIPS BIBIT SAPI TERBAIK

Pembibitan Sapi Potong

Pembibitan Sapi Potong
pembibitan sapi
pembibitan sapi
Pengembangan pembibitan ternak sapi saat ini mulai diarahkan pada peningkatan mutu genetik ternak, sumber daya ternak, daya dukung wilayah, pengawasan mutu dan penguasaan pemanfaatan teknologi untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas ternak. Untuk mendapatkan bibit sapi potong yang berkualitas, perlu dilakukan pengawasan mutu bibit sesuai dengan standar pemilihan dan penilaian sapi potong. Seleksi atau pemilihan sapi yang akan dipelihara merupakan salah satu faktor penentu dan mempunyai nilai strategis dalam upaya mendukung terpenuhinya kebutuhan daging sehingga diperlukan upaya pengembangan pembibitan sapi potong secara berkelanjutan.
Kriteria Pemilihan
Pemilihan ternak sapi untuk dipelihara atau sebagai calon pengganti bibit memerlukan keterampilan khusus terutama untuk melatih pandangan serta penilaian
akurat. Keberhasilan pemilihan ternak sapi yang akan dipelihara akan sangat menentukan keberhasilan usaha ternak walaupun semua bangsa dan tipe sapi bisa
dijadikan bibit pengganti. Agar diperoleh bibit sapi potong yang baik, diperlukan bangsa dan tipe sapi tertentu yang laju pertumbuhannya cukup dan mutunyapun bagus serta mempunyai daya adaptasi yang tinggi terhadap lingkungannya. Sehubungan dengan pemilihan calon bibit ternak sapi potong, maka perlu mengetahui kriteria dalam aspek pemilihan bibit dan pengukuran sapi. Hal ini penting, mengingat pada saat peternak melakukan pemilihan diperlukan pengetahuan, pengalaman dan kecakapan yang cukup di antaranya adalah :
1. Bangsa dan sifat genetik
Setiap peternak yang akan memelihara dan membesarkan ternak untuk dijadikan calon bibit pertama-tama harus memilih bangsa sapi yang paling disukai atau telah populer, baik dari jenis sapi impor maupun lokal. Kita telah mengetahui bahwa setiap bangsa sapi memiliki sifat genetik yang berbeda antara satu dengan lainnya baik kemampuannya dalam berproduksi (menghasilkan daging) maupun daya adaptasinya terhadap lingkungan hidup terutama terhadap iklim dan pakan.
2. Kesehatan
Sapi yang akan dijadikan sebagai calon bibit haruslah memiliki kesehatan yang baik. Untuk mengetahui kesehatan sapi secara umum, peternak bisa memperhatikan kondisi tubuh (tubuh bulat berisi, tidak ada eksternal parasit); sikap dan tingkah laku (tegap,keempat kaki memperoleh titik berat sama); pernafasan (bernafas dengan tenang dan teratur); pencernaan (dapat memamahbiak dengan tenang, pembuangan feses dan urine berjalan lancar) dan pandangan sapi (mata cerah dan tajam).
3. Seleksi calon bibit berdasarkan pengamatan/penampilan fisik Bentuk atau ciri luar sapi berkorelasi positif terhadap faktor genetik seperti laju pertumbuhan, mutu dan hasil akhir (daging). Bentuk atau ciri bibit sapi potong yang baik adalah sebagai berikut :
  • (i) ukuran badan panjang dan dalam, rusuk tumbuh panjang yang memungkinkan sapi mampu menampung jumlah pakan yang banyak;
  • (ii) bentuk tubuh segi empat, pertumbuhan tubuh bagian depan, tengah dan belakang serasi serta garis badan bagian atas dan bawah sejajar;
  • (iii) paha sampai pergelangan penuh berisi daging;
  • (iv) dada lebar dan dalam serta menonjol ke depan serta
  • (v) kaki besar, pendek dan kokoh.
Pembibitan Sapi Potong “Model Grati”
Pembibitan sapi potong sebagian besar diusahakan oleh peternak dalam skala usaha kecil (1-4 ekor) sesuai dengan kemampuan modal dan tenaga kerja keluarga terutama dalam mencari pakan (rumput) sehingga belum memberikan peningkatan dan kesejahteraan petani dan keluarganya. Upaya untuk meningkatkan efisiensi usaha sapi potong skala kecil di peternakan rakyat diperlukan peningkatan skala usaha tani melalui inovasi teknologi pembibitan “Model Grati”. Pembibitan “Model Grati” merupakan suatu model pembibitan yang menggunakan kandang sistem kelompok, yaitu dalam suatu ruangan kandang ditempatkan beberapa ekor sapi induk/calon induk bersama dengan seekor pejantan yang diinginkan sehingga terjadi perkawinan dan menjadi bunting.
Melalui inovasi teknologi kandang kelompok “Model Grati” diharapkan
  • (i) jarak
    beranak (calving interval) sapi induk dapat diperpendek dari rataan 18 bulan menjadi 14 bulan,
  • (ii) efisiensi usaha pemeliharaan/tenaga kerja meningkat diikuti oleh peningkatan skala pemeliharaan dari rataan 1-4 ekor menjadi lebih dari 5 ekor per
    kepala keluarga (KK) dan
  • (iii) kesehatan ternak menjadi lebih baik.
Berdasarkan bentuk dan fungsinya, tipe kandang yang digunakan untuk pembibitan sapi potong “Model Grati” dibedakan menjadi dua, yaitu kandang kelompok dan kandang individu. Kandang kelompok berfungsi sebagai kandang kawin, pembesaran pedet sampai dengan disapih dan pembesaran pedet lepas sapih. Sedangkan kandang individu digunakan sebagai kandang untuk melahirkan (menjelang beranak) sampai dengan laktasi umur 40 hari.
Di samping kedua jenis kandang di atas, terdapat juga kandang kelompok khusus sapi bunting. Kandang ini digunakan untuk sapi yang positif bunting lebih dari 5 bulan sampai kebuntingan 9 bulan.
Sapi bunting tua dapat dideteksi melalui bentuk ambingnya yang mulai membesar sehingga harus segera dipindahkan dari kandang kelompokbunting ke kandang beranak (kandang individu) sampai dengan anak umur 40 hari. Namun apabila kandang kelompok bunting tidak tersedia, maka induk sapi yang telah bunting tua (8-9 bulan) dipisah dari kandang kelompok ke kandang individu (kandang beranak). Selanjutnya, induk yang sudah melahirkan dan pedet telah berumur 40 hari maka dari kandang beranak dipindah ke kandang kelompok kawin untuk melakukan proses reproduksi berikutnya (Gambar 1). Aplikasi kandang kelompok di petani dapat dilakukan dengan cara memperluas atau menambah pagar pembatas yang identik dengan kandang pelumbaran.
Untuk mendukung keberhasilan reproduksi yang ditunjukkan oleh jarak beranak < 14 bulan, maka sistem perkawinan dalam kandang kelompok sebaiknya menggunakan pejantan terpilih dan apabila menggunakan teknologi kawin suntik (IB) maka dapat menggunakan pejantan pengusik (detektor). Penggunaan pejantan terpilih atau pejantan pengusik dalam kandang kelompok diharapkan dapat meningkatkan kejadian kebuntingan (conception rate) terutama bagi induk-induk sapi yang mengalami birahi tenang (silent heat).
gambar
Keberhasilan sapi induk untuk menghasilkan anak setiap tahun (< 14 bulan) merupakan syarat utama dalam usaha pembibitan sapi potong. Prestasi ini sulit dicapai pada kondisi pemeliharaan ekstensif, pakan yang terbatas serta pengetahuan maupun luangan waktu yang terbatas untuk pengamatan birahi–terutama pada sapi-sapi yang mempunyai komposisi darah Bos taurus (impor) yang relatif tinggi. Selain itu, sebagian besar sapi-sapi betina tersebut menunjukkan kejadian birahi pada malam hari dengan lama waktu birahi yang cukup singkat yaitu kurang dari 6 jam.
Sistem Pemberian Pakan
Pakan hijauan berupa rumput segar dapat disediakan pada palungan sesuai dengan kemampuan peternak tanpa melihat jumlah ternak yang dipelihara dalam kandang kelompok. Kekurangan hijauan diharapkan dapat dipenuhi oleh pakan kering (misalnyajerami padi) yang tersedia secara ad-libitum dalam “bank pakan” sehingga dapat digunakan setiap saat sesuai kebutuhan ternak sapi (Gambar 2.). Dengan demikian, peternak dapat dengan leluasa mengatur waktu pemberian pakan, bahkan ternak dapat ditinggal beberapa hari apabila air minum dan pakan telah dipersiapkan sebelumnya.
Pakan tambahan merupakan bahan pakan alternatif pengganti untuk mengurangi penyediaan rumput segar apabila rumput segar lebih mahal dibanding dengan pakan tambahan. Pakan tambahan dapat dipenuhi melalui pemanfaatan limbah pertanian yang banyak ditemui di lokasi peternakan; seperti tumpi jagung, dedak padi, kulit kopi, ampas singkong, dan lain-lain. Sementara itu, air minum selalu tersedia (ad-libitum) di bak tempat minum.